Framework Audit TI (COSO, FIPS, CMMI)
AUDIT
TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI
Framework Audit TI (COSO, FIPS, CMMI)
Disusun
oleh:
Kelompok
7
Dyah Achwatiningrum (12116227)
Justin Dewangga Putra (13116796)
Rynalzevano Cornellis (16116736)
SISTEM
INFORMASI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2019
1. COSO
COSO (Committee of
Sponsoring Organization of the Treadway Commission),
sebuah organisasi di Amerika yang berdedikasi dalam meningkatkan kualitas
pelaporan finansial mencakup etika bisnis, kontrol internal dan corporate
governance. Komite ini didirikan pada tahun 1985 untuk mempelajari
faktor-faktor yang menunjukkan ketidaksesuaian dalam laporan finansial
Pada awal tahun 90-an, Price
waterhouse Couper bersama komite ini melakukan extensive study mengenai kontrol
internal, yang menghasilkan COSO Framework yang digunakan untuk mengevaluasi
efektifitas kontrol internal suatu perusahaan. Sejak itu, komunitas finansial
global, termasuk badan-badan regulator seperti public accounting dan internal
audit professions, telah mengadopsi COSO. Hal ini juga bernilai untuk
perusahaan manapun yang ingin memastikan sistem kontrol internalnya dengan
menggunakan standar internasional.
Kerangka kerja COSO terdiri atas 3
dimensi :
a. Komponen
kontrol COSO
COSO
mengidentifikasi 5 komponen kontrol yang diintegrasikan dan dijalankan dalam
semua unit bisnis, dan akan membantu mencapai sasaran kontrol internal, yakni
monitoring, information and communications, control activities, risk
assessment, dan control environment.
b. Sasaran
kontrol internal. Sasaran kontrol internal dikategorikan menjadi beberapa area,
yakni :
1. Operations,
efisisensi dan efektifitas operasi dalam mencapai sasaran bisnis yang juga
meliputi tujuan performansi dan keuntungan.
2. Financial
reporting, persiapan pelaporan anggaran finansial yang dapat dipercaya.
3. Compliance,
pemenuhan hukum dan aturan yang dapat dipercaya.
c. Unit/aktifitas
terhadap organisasi. Dimensi ini mengidentifikasikan unit/aktifitas pada
organisasi yang menghubungkan kontrol internal. Kontrol internal menyangkut
keseluruhan organisasi dan semua bagianbagiannya. Kontrol internal seharusnya
diimplementasikan terhadap unit-unit dan aktifitas organisasi.
Kelebihan
COSO
·
Pengendalian internal
dapat membantu suatu entitas mencapai kinerja dan propabilitas target dan
mencegah hilangnya sumber daya.
·
Dapat membantu memastikan
pelaporan keuangan yang dapat diandalkan.
·
Dapat membantu memastikan
bahwa perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
·
Menghindari kerusakan
reputasi.
Kekurangan
COSO
·
Terlalu memfokuskan
kepada proses penyelarasan TI dengan strategi perusahaan.
·
Sangat fokus dalam hal
desain dan implementasi TI, sehingga dalam hal pelayanan dari organisasi atau
institusi dikesampingkan.
·
Framework COSO lebih mengutamakan
kualitas bagian internal atau institusi daripada bagian pelayanannya.
2. FIPS
200
FIPS (Federal Information
Processing Standard) adalah sebuah framework
yang pertama kali diterbitkan pada Maret 2006, dengan pengembang dan penerbit
dari standar ini adalah organisasi bernama The National Institute of Standard
and Technology (atau disingkat sebagai NIST). Framework ini dirancang sebagai
framework audit teknologi informasi (TI) di lembaga-lembaga milik pemerintah
Amerika Serikat, yang artinya adalah penerapan framework ini hanya dapat
dilakukan di dalam wilayah Amerika Serikat itu sendiri.
Salah satu framework FIPS yang
diterbitkan oleh NIST adalah FIPS Publication 200 (sering disebut sebagai FIPS
PUB 200 atau FIPS 200 saja), dengan standar yang didefinisikan merupakan
standar audit TI untuk kategori keamanan yang diaplikasikan dalam proses
pengembangan, penerapan serta pengoperasian dari sistem TI yang aman. Cakupan
dari FIPS 200 meliputi 17 area berikut ini:
1) Kendali terhadap akses (Access Control)
2) Kewaspadaan dan pelatihan (Awareness and
Training)
3) Audit dan akuntabilitas (Audit and
Accountability)
4) Sertifikasi, akreditasi dan penilaian
keamanan (Certification, Accreditation and
Security Assessments)
5) Pengelolaan konfigurasi (Configuration
Management)
6) Perencanaan hal tak terprediksi
(Contingency Planning)
7) Identifikasi dan otentikasi (Identification
and Authentication)
8) Respon terhadap insiden (Incident Response)
9) Perawatan (Maintenance)
10) Perlindungan media (Media Protection)
11) Perlindungan fisik dan lingkungan (Physical
and Environmental Protection)
12) Perencanaan (Planning)
13) Keamanan personil (Personnel Security)
14) Penilaian risiko (Risk Assessment)
15) Akuisisi sistem dan pelayanan (Systems and
Services Acquisition)
16) Perlindungan sistem dan komunikasi (System
and Communications Protection)
17) Integritas sistem dan informasi (System and
Information Integrity)
Meskipun begitu, FIPS 200 memberikan
syarat bahwa semua lembaga yang ingin menerapkan standar ini harus mengacu
kepada NIST Special Publication 800-53 (seringkali disebut sebagai NIST 800-53)
sebagai kendali minimum yang wajib diterapkan dalam proses penerapan standar
yang diberikan oleh FIPS 200. Ini dikarenakan NIST 800-53 memiliki fungsi
sebagai standar dan panduan praktik keamanan dalam penerapan keamanan dunia
siber yang bersesuaian dengan peraturan hukum. Ini menjadikan FIPS 200 (bersama
dengan NIST 800-53) sebagai framework audit TI yang disarankan dalam dunia
industri maupun lembaga pemerintahan di Amerika Serikat.
3. CMMI
Capability Maturity Model Integration (CMMI) adalah model
peningkatan proses yang bertujuan membantu organisasi dalam meningkatkan
kinerja. CMMI dapat menjadi acuan peningkatan proses bagi penyediaan produk dan
layanan di tingkat proyek. CMMI terdiri atas kumpulan best practices yang menggambarkan karakteristik dari sebuah peningkatan
proses yang efektif .CMMI pada awalnya dikenal sebagai Capability Maturity
Model (CMM) yang dikembangkan oleh Software Enginnering Institute di Pittsburgh
pada tahun 1987. Namun perkembangan selanjutnya CMM menjadi CMMI. CMMI
mendukung proses penilaian secara bertingkat. Penilaiannya tersebut berdasarkan
kuisioner dan dikembangkan secara khusus untuk perangkat lunak yang juga
mendukung peningkatan proses. CMMI adalah suatu pendekatan perbaikan proses
yang memberikan unsur-unsur penting proses efektif bagi organisasi.
Praktik-praktik terbaik CMMI dipublikasikan dalam dokumen-dokumen yang disebut
model, yang masing-masing ditujukan untuk berbagai bidang yang berbeda.
Maturity Level CMMI
Beberapa tahapan level yang
ada pada CMMI adalah sebagai berikut :
1.
Maturity Level 1 – Initial
Secara umum, organisasi yang berada pada level 1
adalah organisasi yang belum menjalankan CMMI. Tidak terdapatnya proses yang
standar dalam pengembangan IT, banyak perubahan yang bersifat ad-hoc (begitu
terdapat defect, langsung di coba diperbaiki tanpa melihat penyebab utama
secara menyeleruh) dan sangat sedikit kontrol. Organisasi semacam ini umumnya
sangat tergantung terhadap orang, tidak tergantung kepada sistem.
Organisasi tidak menyediakan lingkungan yang stabil untuk mendukung
proses. Sukses ditentukan oleh kompetensi orang-orang dalam organisasi.
Walaupun mampu menghasilkan produk atau layanan yang baik, namun proyek
melebihi anggaran ataupun tenggat waktu yang dijanjikan. Sering kali pada level
ini menemukan beberapa krisis seperti, kelebihan budget yang telah disusun dan
juga tidak konsisten pada proyek yang lainnya. Dan pada level ini
memiliki beberapa ciri khas seperti berikut ini:
·
Tidak adanya manajemen proyek.
·
Tidak adanya quality assurance.
·
Tidak ada dokumentasi.
·
Sangat bergantung pada kemampuan individual.
2.
Maturity Level 2 – Managed
Pada level ini sebuah organisasi telah mencapai
seluruh specific dan generic goals pada Level 2. Semua pekerjaan yang
berhubungan dengan dengan proses-proses yang terjadi saling menyesuaikan diri
agar dapat diambil kebijakan. Setiap orang yang berada pada proses ini dapat
mengakses sumber daya yang cukup untuk mengerjakan tugas masing-masing. Setiap
orang terlibat aktif pada proses yang membutuhkan. Dan semua pekerjaan yang
berhubungan dengan proses yang terjadi saling menyesuaikan diri agar dapat
diambil kebijakannya. Dan fokus pada tahap ini adalah pada project management
dan sudah bukan pada pengembangan pada sistem lagi. Dalam proses pengembangan
sistem akan selalu diikuti dan akan berubah dari project ke project yang
lainnya. Dan hasil dari pekerjaannya merupakan memonitor,meninjau serta memberikan
evaluasi untuk menjaga konsistensi pada informasi yang telah diberikan. Dan
repeatable ini memiliki ciri sebagai berikut:
·
Kualitas software mulai bergantung pada proses bukan pada sumber
dayanya.
·
Ada manajemen proyek sederhana.
·
Ada quality assurance sederhana.
·
Ada dokumentasi sederhana.
·
Ada software configuration manajemen sederhana.
·
Tidak ada komitmen untuk selalu mengikuti SDLC dalam kondisi apapun.
·
Rentan terhadap perubahan struktur organisasi.
3.
Maturity Level 3 – Defined
Pada level ini sebuah organisasi telah mencapai
seluruh specific dan generic goals pada
Level 2 dan Level 3. Proses dilihat dengan terjadinya penyesuaian dari kumpulan
proses standar sebuah organisasi menurut pedoman-pedoman pada organisasi
tersebut, menyokong hasil kerja, mengukur, dan proses menambah informasi lain
menjadi milik organisasi.
Dari hasil penggunaan proses standard tadi maka
akan menghasilkan hasil yang konsisten dan terdokumentasi dengan kualitas yang
baik dan layak untuk dikirim. Proses ini sudah bersifat stabil dan terprediksi
dan dapat diulang. Dan pada proses ini memiliki ciri sebagai berikut:
·
SDLC (System Development Life Cycle) sudah dibuat dan dibakukan.
·
Ada komitmen untuk mengikuti SDLC dalam keadaan apapun.
·
Kualitas proses dan produk masih sebatas hanya kira-kira saja.
·
Tidak menerapkan Activity Based Costing.
4.
Maturity Level 4 – Quantitatively Managed
Pada level ini sebuah organisasi telah mencapai
seluruh specific dan generic goals yang
ada pada Level 2, 3, dan 4. Proses yang terjadi dapat terkontrol dan ditambah
menggunakan ukuran-ukuran dan taksiran kuantitatif. Sasaran kuantitatif untuk
kualitas dan kinerja proses ditetapkan dam digunakan sebagai kriteria dalam
manajemen proses. Perhitungan yang rinci dari standard proses pengembangan
sistem dan kualitas produk secara rutin akan dikumpulkan dan di simpan dalam
database. Terdapat suatu usaha untuk mengembangkan individual project
management yang didasari dari data data yang telah dikumpulkan. Pada level ini
memiliki beberapa ciri sebagai berikut :
·
Sudah adanya Activity Based Costing dan digunakan untuk mengestimasikan
untuk proyek berikutnya.
·
Proses penilaian kualitas perangkat lunak dan proyek bersifat
kuantitatif.
·
Terjadi pemborosan biaya untuk pengumpulan data karena proses
pengumpulan data masih dilaukan secara manual.
5.
Maturity Level 5 – Optimized
Pada level ini suatu organisasi telah mencapai
seluruh specific dan generic goals yang ada di Level 2, 3, 4, dan 5. Proses ini
merupakan level terakhir pada CMMI Maturity level dan pada proses ini
pengembangan sistem yang telah distandardisasikan akan terus di monitor dan
dikembangkan terus yang didasari perhitungan dan analisis data yang telah
dibentuk pada level sebelumnya. Dan pada level ini perusahaan atau suatu
organisasi telah mencapai seluruh tujuan yang ada pada level sebelumnya dan
akan berfokus pada peningkatan proses dan juga merubah teknologi yang terbaik
untuk digunakan dalam menunjukan aktivitas yang diperlukan dalam pembangungan
maupun pengembangan sebuah sistem dan beberapa ciri dari level terakhir ini
adalah sebagai berikut:
·
Pengumpulan data sudah dilakukan secara secara otomatis.
·
Adanya mekanisme feedback yang
sangat baik.
·
Adanya peningkatan kualitas dari SDM dan peningkatan kualitas proses.
Daftar Pustaka
[1] http://axelmaramis-unsrat.blogspot.com/2017/05/implementasi-framework-coso-
internal.html
[2]
https://ivanhalim110.wordpress.com/2016/10/03/cmmi-capability-maturity-model-
integration/
[3] http://mohammadfaisal17144.blogspot.com/2019/01/fips-200-isoiec-19770-1-dan-nist-800-
14.html
Komentar
Posting Komentar